Sunday, May 15, 2016

Parenting class bersama @kongkowparenting

Alhamdulillah, di hari Minggu pagi ini masih diberi kesempatan untuk belajar, setelah beberapa hari sebelumnya sempat off karena harus bedrest.

Berikut ini poin penting dari hasil belajar bersama @kongkowparenting chapter 1.

"Anak Kita Bukan Kita" by Munif Chatib.

100% orangtua mengenal anaknya secara fisik, tapi apakah orangtua mengenal anaknya secara psikologis?

"Yakin setiap anak punya potensi, bagaimanapun kondisinya".

Untuk lebih mengenal anak secara psikologis, pahami potensinya. Potensi anak dapat dilihat dari:
1. Minat sebagai kemampuan anak
2. Potensi muncul sebagai pengaruh kepada lingkungan
3. Potensi itu bakat, fitrah dari Tuhan
4. Bakat terkait dengan pemenuhan kebutuhan anak
5. Bakat terlihat dari rasa suka
6. Bakat biasanya memunculkan banyak "special moment"
7. Bakat itu "pembelajar cepat"
8. Orangtua menjadi katalisator pengembang bakat anak
9. Sekolah menjadi pengembang bakat anak.

Sebagai penutup, sila merenungkan puisi yang ditulis oleh Kahlil Gibran ini: "Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah putra-putri Sang Hidup, yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau. Mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu".

Sila di-share, mari belajar bersama untuk menjadi masyarakat yang lebih cerdas & peduli terhadap kesejahteraan anak Indonesia, untuk masa depan bangsa yang lebih baik.


Thursday, March 10, 2016

Pelajaran berharga..(3)

Kamis, 10 Maret 2016. 12.53 WIB. Di pinggir jalan kawasan Merr Surabaya  sebuah mobil tipe minibus warna putih berhenti. Pengemudi kemudian keluar dari pintu, menutup pintu dengan kencang (terdengar hingga tengah jalan jarak kurang lebih 100 meter). Pengemudi mobil tersebut kemudian membuka pintu bagian kiri belakang mobil, menarik tangan kecil yang ada di dalamnya untuk keluar -seorang anak perempuan usia prasekolah dengan seragamnya-. Pengemudi lalu menggendong anak perempuan tersebut pada bagian pinggang si anak dengan kedua tangannya, mengangkat anak tersebut, membawanya ke jarak kurang lebih 1.5meter dari bagian belakang mobil, dan menurunkan anak perempuan tersebut. Pengemudi lalu kembali memasuki mobil tersebut, hendak meninggalkan si anak. Terdengar teriakan si anak, namun sang pengemudi yang merupakan laki2 berusia sekitar 40-50 tahun mengabaikan teriakan anak dengan wajah marah.

Kejadian tidak menyenangkan terhadap anak semacam ini seringkali terlihat, di kota besar, dan di tempat umum. Sayangnya, sebagian besar kejadian dilakukan oleh etnis tertentu (maaf tidak disebutkan untuk menghindari isu SARA) dan dari status sosial ekonomi menengah keatas. Bahkan, mereka kerap menyakiti sang anak secara fisik.

Perlu disadari, apapun yang kita lakukan pada anak, akan selalu diingat hingga anak beranjak dewasa, dan tidak sedikit dari anak akan meniru perlakuan yang diterimanya.

Bisakah kita, orang dewasa, bersikap lebih layak terhadap anak? Dan tidak hanya mengajarkan anak untuk mengejar materi dan mementingkan ego, namun juga mengajarkan anak tentang aspek hidup lainnya, seperti komunikasi, empati, hormat, dan menghargai?